Setiap Pemprov IMI dan penyelenggara balap roda dua dalam hal ini promotor, masing-masing memiliki otoritas, dalam serangkaian aturan dan kebijakan yang dijalankan.
Tak terkecuali, soal nominal pendaftaran, yang kadang tak seragam di setiap provinsi, yang dibebankan.
Selisih Rp. 100 ribu - Rp. 200 ribu, dari nominal Rp. 500 ribu, terhitung masih dalam toleransi dan rasional, sehingga bisa diterima.
Tapi, ketika ada biaya tambahan lain, seperti biaya sewa paddock, sewa transponder dan scruttenering, sontak langsung menjadi tanda tanya besar.
Penghobi motocross, atas nama "Exexutive Jatim Motocross", menanggapi hal ini merasa keberatan.
"Pasalnya, telah keluar dari pakem, tradisi dan skema kemasan motocross - grasstrack, "lontar M. Kadafi Presiden Executive Jatim Motocross yang membawanya dalam forum pleno di "Cafe Tepi Sirkuit
Dihadiri oleh sesepuh motocross Jatim dan juga crosser pendatang baru.
Iya, kan jadwalnya jam 10.00, datangnya jam 14.00, jadi pendatang baru.
Okelah, kalau biaya karaoke, eh scruttenering awalnya ada tambahan, ketika terlambat sebagai konsekuensi sanksi.
Berharap, di event mendatang, datang lebih awal dan tertib mengikuti aturan.
"Tapi, sekarang datang lebih awal, scruttenering kok tetap bayar, "timpal Agus Patekik Team Monitoring Regulation Executive Jatim Motocross "pakai nada sopran.
Padahal, secara organisasi penyelenggara, Team Scruttenering masuk di rangkaian jajaran Pemprov IMI setempat.
"Seharusnya telah terbackup oleh restribusi dan biaya izin pakai kalender, "tebak Patekik sapaan bekenya.
Tapi, lah kok ! Belum lagi tambahan biaya transponder, yang awalnya telah include dengan pendaftaran.
Bukanya sejak awal, program pemakaian transponder, sebagai bentuk implementasi promotor untuk mengerek sportifitas ?
Dalam hal ini, agar tampil berkelas dan namanya harum, dengan akurasi data time keeper yang lebih bermutu.
Termasuk sewa tenda paddock, juga mulai ada biaya tambahan.
Kalau dirunut dari kajian bisnis & marketing, tentu saja tenda paddock, masuk dalam layanan servis.
So pasti, dalam penyajianya tugas koki ! Jadi bukan tugas customer yang goreng.
Munculnya biaya-biaya ini sejatinya kami tak keberatan, asal rasional juga logis.
"Tapi, dengan catatan biaya tambahan ini, dipertegas saat flyer kejuaraan disebar ke medsos atau ke peserta, "tambah Ndan Danang.
Sebab, ketika bercermin dari perkembangan dan jumlah regenerasi crosser maupun tracker di tanah air, cukup memprihatinkan.
Bisa dikatakan mengalami kritis, eh salah lagi "krisis regenerasi !
"Jadi, jangan sampai terbangun persepsi bahwa laga di motocross itu makin mahal, "ingat M. Kadafi.
Bahkan, Kalau ditarik lagi dan dibandingkan dengan nominal angpau, ya jelas nggak balans.
Tapi, sejatinya bukan itu yang kita cari dan kejar.
"Cuman sekedar pelampiasan hobi muda yang tertunda, bersilaturakhmi, melepas penat dan sekarang kesempatanya, "senyum Yadi crosser Executive Jatim Motocross domisilinya paling juauuuh.
Kalaupun, muaranya dipicu soal perizinan yang kian berlapis, konteks usai pandemi, alangkah baiknya untuk berkabar, komunikasi, mencari jalan tengah.
Siapa tahu ada yang bisa bantu cari by pass, ah keceplosan !
"Agar semua Team baik Motocross maupun Grasstrack, bisa memahami dan mengerti pemicu dan konsekuensinya, "himbau M. Kadafi.
Mengingat, momen usai pandemi ini, semua pelaku bisnis dan perekonomian, baru saja berakselerasi, belum sampai peak.
"Memang sih cukup "sensi", tapi selama sesuai kaidah dan masih toleransi, amat sangat tak jadi masalah, "tegas M. Kadafi.
Apalagi juga sama-sama membutuhkan, dengan kerangka mutualisme.
Kami sebagai pelaku lama di motocross dan mewakili aspirasi crosser - tracker di Jatim, berharap jangan sampai polemik ini berimplisit kemudian mengakar.
Sebab, sampai berita ini diturunkan, masih belum terkonfirmasi ke Pemprov IMI Jatim.
Skala prioritas, kami akan meminta penjelasan soal rule, khususnya mengenai "hak dan kewajiban", crosser maupun tracker yang akan berlaga.
"Sebab, saya yakin crosser dan tracker dengan bendera "Privater MX GTX Team", juga keberatan, tapi enggan bersuara, "yakin M. Kadafi. skg