Nicholas Geovani engineholic Surabaya satu ini, dikenal sungguh inovatif dan identik dengan sajian up grade performa mode terbaru.
Makin spesial, mahasiswa Universitas Kristen Petra Fakultas Teknik Mesin itu, di setiap hasil kreasinya, berusaha memadukan antara seni porting, grinding, penjabaran ilmu metalurgi dan aspek rasional mekanis mesin.
Hasilnya memang tak terbantahkan, saat dipakai riding hingga luar pulau, performa stabil, juga "nol problem".
Dari sisi endurance dan performa speed, relatif terjaga stabil, saat cuaca panas maupun dingin.
Termasuk menghadapi trek dengan geografis tepi laut, maupun tengah belantara, sehubungan pengaruh humadity !
Konteks multi track dan multi season demikian, yang telah diracik dan diadopsi pada D Tracker daily use Nicho sapaan beken-nya.
Kubikasi awal tak genap 150 cc, kini dijadikan 210 cc, hasil subtitusi piston LHK 66 mm dan paduan stroke 66 mm.
Uraianya, liner mengaplikasi tipe kompetisi, yang diklaim licin mengawal naik turun piston di suhu panas maupun dingin.
Sedang daun as kruk, penampangnya didesain simetris, mengacu bentuk daun as kruk RX King, melalui proses tambal daging dan bubut.
Bertambahnya bobot daun as kruk berkisar 400 gram ini, menurut Nicho untuk mengimbangi stroke up, yang kini berada di angka 62 mm.
"Menu wajibnya, conrod dikanibal dari Byson, memiliki penampang tebal dan small end 15 mm, sama seperti bawaan D Tracker 150, "urai Nicho.
Untuk perbandingan kompresi, mengacu pada kebutuhan long journey, hingga diplot di angka 11,2 : 1, dengan inlet yang telah diremer menjadi 30 mm.
"Point-nya menyelaraskan spesifikasi karbu, yang memakai brand CPO 30 mm, "tunjuk Nicho yang meminang katup titanium oversize 33 mm (in) dan 28 mm (ex).
Dan piranti camshaft, hasil racikan Nicho, dengan torehan lift camshaft 9,5 mm (in) dan 9,3 mm pada lift camshaft ex, serta dilepas knalpot GP7 KLX.
Ironisnya, dengan kubikasi mendekati limit ini, program pengapian tetap mempertahankan CDI bawaan D Tracker.
Menurut saya, kapasitas program CDI D Tracker, masih mumpuni diajak bergasing di top speed 150 KM/Jam.
"Indikasi lain, percikan bunga api, masih biru dan torehan torsi maksimal masih sanggup menembus di 23 Nm saat di 6500 RPM, dengan power puncak 26 HP saat 10.000 RPM, "yakin Nicho yang menyusut bobot magnet hingga 200 gram.
Memang konsekuensinya, kampas dan pegas kopling berganti BRT KLX 150, serta diolah final gear SSS dengan perbandingan 14-45.
Jelinya, perbandingan final gear itu, juga mengacu pada profil roda belakang, yang digawangi velg Takasago dan karet hitam Maxxis.
Finishingnya, guna mendapat riding style yang nyaman untuk kebutuhan long journey, handlebar berganti KLX 250, serta custom struktur busa jok.
Level kenyamanan ini, juga didapat dari reseting susunan shim daleman monosok, untuk mendapat rebound lebih smooth.
"Spesial saya proyeksikan untuk menumpas drible roda belakang, saat manuver di kondisi aspal yang masih asing, "senyum Nicho.
Soal penjinak laju, disempurnakan disc KLX 230, melalui custom afaptor caliper, berikut penggantian selang rem kompetisi.
Dan untuk mempermudah membawa perbekalan, bracket style TS125 diaplikasi, sekaligus untuk memperkental tema modifikasi long journey. skg